Scroll untuk baca artikel
Berita

Pimpinan KPK Diteror Pakai Karangan Bunga Misterius Di Kediamannya

×

Pimpinan KPK Diteror Pakai Karangan Bunga Misterius Di Kediamannya

Sebarkan artikel ini
Pimpinan KPK Diteror Pakai Karangan Bunga Misterius Di Kediamannya
Pimpinan KPK Diteror Pakai Karangan Bunga Misterius Di Kediamannya

Silvame.com, Jakarta- Pimpinan KPK diteror pakai karangan bunga, di Perumahan Jurangmangu Permai. Dua karangan bunga tanpa pengirim diketahui, tiba di pekarangan rumahnya dengan pesan singkat yang menyatakan, “Selamat Atas Keberhasilan Bapak Alexander Marwata Memasuki Pekarangan Tetangga.”

Ketua RT setempat, Yustian, mengungkapkan bahwa kedua karangan bunga ditemukan pada Minggu dinihari, 30 Juli 2023. “Tak ada yang tahu kapan karangan bunga itu diletakkan, namun saya melihatnya di pagi hari saat saya keluar rumah,” ungkap Yustian saat diwawancarai di lokasi kejadian pada Senin, 31 Juli 2023.

Menurut Yustian, karangan bunga tersebut tidak terlihat pada malam hari sebelumnya. Warga sekitar juga mengaku bingung mengenai asal-usul karangan bunga misterius tersebut. “Saya sempat membacanya setelah pulang dari masjid, sekitar jam 6 pagi,” tambahnya.

Setelah mengetahui adanya kiriman karangan bunga tersebut, Yustian langsung mengabarkannya kepada Alexander Marwata. Karangan bunga tersebut kemudian dipindahkan ke tepi jalan dan belakangan diketahui telah dibakar pada hari Minggu yang sama.

“Saya kenal dengan Alexander, dia orang yang jarang terlihat di lingkungan ini, tapi saat ada acara atau undangan, dia selalu hadir dan berbaur dengan warga,” kata Yustian saat ditanya mengenai hubungannya dengan Alexander.

Di kediaman Alexander Marwata menunjukkan suasana sepi tanpa aktivitas. Rumah dua lantai dengan pagar besi hitam di sudut perumahan terlihat seolah sudah lama tidak dihuni, dan beberapa perabotan tergeletak di teras rumah.

Kejadian misterius ini terjadi beberapa hari setelah KPK, melalui Alexander Marwata, mengumumkan penetapan tersangka terhadap Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas), Marsekal Madya Henri Alfiandi, beserta beberapa orang lain dalam kasus korupsi pengadaan barang di Basarnas. Henri diduga menerima uang suap sebesar Rp 88,3 miliar.

Namun, keputusan KPK tersebut menuai protes dari pihak TNI dengan alasan bahwa Henri masih anggota aktif TNI dan harus menjalani peradilan militer, bukan peradilan umum. Akhirnya, KPK mengakui kesalahan dalam pengumuman tersebut dan menyatakan bahwa penyidiknya telah melakukan kesalahan.